Rabu, 07 Mei 2008

Pengorbanan "Pahlawan Devisa"

Kamis, 8 Mei 2008 | 01:19 WIB

Tangis bayi tiba-tiba menyeruak dalam sebuah pertemuan di Gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuwait, Kamis (1/5) malam. Semula sang bayi tidak menangis karena merasa nyaman meskipun berada di antara kerumunan sekitar 150 tenaga kerja wanita yang kini ditampung di Gedung KBRI di Kuwait.

Namun, begitu mendengar suara orang berbicara melalui pengeras suara, bayi itu menangis kencang sehingga ibunya, yang juga TKW, terpaksa membawa anaknya keluar ruangan.

Si ibu tetap berusaha sumringah saat membawa anaknya yang masih balita itu keluar ruangan pertemuan. Sementara itu, Katem binti Karti, TKW lainnya, tetapi tidak bisa ikut dalam pertemuan tersebut karena masih sakit setelah berusaha melarikan diri dari rumah majikannya dengan cara meloncat dari lantai tujuh.

Para TKW di Kuwait umumnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Menurut Atase Tenaga Kerja KBRI di Kuwait, R Wisantoro, sebagian besar persoalan TKW karena gaji mereka tidak dibayar dan adanya perlakuan kasar dari majikan.

Bahkan, tidak jarang di antara majikan itu ada yang melakukan pelecehan seksual hingga pemerkosaan. Oleh karena itu, Gedung KBRI yang beralamat di Keifan, Blok 6 Al Andalus Nomor 29, Kuwait, menjadi tempat tujuan para TKW untuk melarikan diri dari majikan mereka.

Sumaryati (31), TKW asal Kampung Bakung, Kabupaten Pandeglang, Banten, terpaksa melarikan diri dari tempat kerjanya karena majikan dia pernah berusaha memperkosanya. ”Takut saya. Makanya, waktu mereka (majikan) masih pada tidur, pagi-pagi saya kabur. Saya kapok kerja di Kuwait,” katanya dalam nada tegas. Ia digaji 40 dinar Kuwait (KD) atau Rp 1,36 juta (1 KD = Rp 34.000) per bulan.

Dia terpaksa pulang dengan perasaan perih karena impian untuk mendapatkan gaji besar di Kuwait tidak bisa berlangsung lama, hanya enam bulan. Padahal, sepeninggal suaminya empat tahun lalu, Sumaryati harus menghidupi kedua anaknya yang masih kecil di kampung yang kini tinggal bersama neneknya.

Cerita para TKW yang berusaha melarikan diri dari majikan mereka sungguh sangat memilukan karena tak semua TKW bisa melarikan diri dengan mudah. Para TKW tidak bisa melarikan diri karena majikan mereka sering mengunci rapat-rapat pintu rumah untuk mencegah pembantunya kabur. Yang paling mengenaskan adalah pengalaman yang diderita Katem binti Karti. Sampai sekarang tulang belakangnya sakit parah.

”Kebetulan saya yang pertama merawat ketika pertama kali dia dibawa ke rumah sakit milik Pemerintah Kuwait,” kata Suprianto (37), perawat yang bekerja di rumah sakit. Dia juga adalah Ketua Perhimpunan Masyarakat Indonesia di Kuwait dan Bahrain (Perkibar), yang antara lain mengurus persoalan TKW.

”Pahlawan Devisa” itu datang ke Kuwait untuk mengadu nasib dengan berbekal dokumen resmi. Namun, karena melarikan diri, status mereka seolah- olah menjadi TKW ilegal karena paspor dan surat-surat lainnya dipegang oleh para majikan.

Memang tidak semua majikan di Kuwait mengerikan dan berlaku kasar kepada para pembantunya dari Indonesia. Sumaryati memang pernah akan diperkosa oleh majikan laki-lakinya, tetapi tuntutan dia untuk pulang ke Indonesia sudah dipenuhi majikan perempuannya.

Tak semua kisah TKW di Kuwait juga mengenaskan, tetapi ada pula yang menggembirakan. Misalnya, salah seorang TKW yang bekerja di keluarga kerajaan Kuwait. Suatu ketika TKW itu pulang ke Indonesia menggunakan maskapai Kuwait Airways dan duduk di kelas utama.

”Bahkan, TKW itu langsung diantar oleh salah satu anggota kerajaan hingga ke dalam pesawat,” ungkap Bambang Heru, warga negara Indonesia yang bekerja di Kuwait Airways. Pulang ke Indonesia untuk tiket bolak-balik (return) di kelas utama (first class) sebesar 700 KD atau Rp 23,8 juta per orang.

Benahi sistem rekrutmen

Duta Besar Indonesia untuk Kuwait dan Bahrain, Faisal Ismail, mengatakan, ”TKW di sini umumnya bekerja sejak mulai bangun sampai tidur. Sementara beban pekerjaan mereka sangat berat, apalagi para majikan di Kuwait umumnya mempunyai keluarga yang besar.”

Untuk mengurangi persoalan TKW di Kuwait, saran Faisal, proses rekrutmen TKW dan TKI di Indonesia sebaiknya dibenahi. ”Rekrutmen hendaknya bisa dilakukan secara lebih selektif dan diutamakan bagi mereka yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus,” ujarnya.

TKW yang berusaha kabur ke KBRI di Kuwait sekitar 10 orang per hari. Untuk membantu menyelesaikan persoalan TKW, jelas Wisantoro, KBRI menyewa tiga pengacara di Kuwait untuk mengurus di pengadilan.

Namun, proses penyelesaian hukum di pengadilan Kuwait juga membutuhkan waktu lama, sementara TKW yang bermasalah pada umumnya ingin segera pulang ke Indonesia.

Padahal, ujar Wisantoro, kalau diproses hingga selesai, para TKW bisa memperoleh hak-haknya dan tidak menutup kemungkinan para majikan yang terbukti bersalah dikenai denda. (Tjahja Gunawan Diredja)

Tidak ada komentar: