Kamis, 01 Mei 2008

FPR dan ABM Tuntut SBY-Kalla Turunkan Harga





FPR-Jakarta (Mayday, 1/5)—Front Perjuangan Rakyat (FPR) dan Aliansi Buruh Menggugat (ABM) menggelar panggung bersama peringati hari buruh se-dunia (Mayday) di depan Istana Negara. Tema Mayday 2008 ini adalah menuntut SBY-Kalla menurunkan harga sembako, naikkan upah, hapus outsourcing dan sistem kerja kontrak, tolak overcharging dan perbudakan utang terhadap buruh migran Indonesia, bangun industri nasional, dan laksanakan reforma agraria sejati.

Perayaan tersebut diisi dengan aksi turun ke jalan ribuan buruh yang juga disertai dengan elemen-elemen dari massa kaum tani, buruh migrant, pemuda mahasiswa, perempuan, korban pelanggaran HAM, kaum LGBT, dan elemen-elemen lainnya.

Pawai mayday dimulai dari bundaran HI. Massa telah berkumpul sejak pukul 09.00 WIB dan baru beranjak menuju Istana Negara sekitar pukul 11.30 WIB. Ribuan massa buruh dan elemen masyarakat lain yang mengikuti pawai Mayday 2008 memadati dua ruas jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat menuju Istana Presiden. Suasana mendung menyebabkan cuaca siang itu tidak terlalu panas dan relatif bersahabat bagi massa aksi.

Pawai dibuka dengan orasi pembukaan yang dilakukan bersama oleh ABM dan FPR. Massa bergerak dengan tertib menuju istana. Di sepanjang jalan, yel-yel yang menyerukan persatuan buruh dan tani serta tuntutan-tuntutan aksi, disuarakan oleh massa aksi. Tidak ada hambatan yang berarti. Aparat keamanan dari Polda Metro Jaya bertindak kooperatif dengan memberikan jalan bagi massa untuk bergerak menuju Istana.

Massa aksi tiba di depan Istana negara sekitar pukul 13.00 WIB. Sesaat setelah mempersiapkan teknis lapangan, aksi di depan istana negara dibuka secara bersama oleh Koordinator Aliansi Buruh Menggugat (ABM), Anwar Ma’ruf dan Koordinator Front Perjuangan Rakyat (FPR), Rudi HB Daman.

Dalam orasinya, Anwar Ma’ruf menyatakan bahwa rejim yang memimpin Indonesia saat ini adalah perwujudan dari penjajahan gaya baru, yakni penjajahan kaum pemodal yang menindas, menghisap, dan menyengsarakan rakyat. PHK, outsourcing, politik upah murah, dan system kerja kontrak adalah akibat dari rapuhnya struktur industry Indonesia.

“Karenanya, kita memaksa pemerintah untuk membangun industry nasional yang tangguh. Industri yang terintegrasi dari hulu ke hilir dan mengabdi pada pemenuhan kebutuhan nasional!” tegas Anwar.

Sementara Rudi HB Daman dalam orasi pembukaannya menyatakan bahwa kenaikan harga-harga energy dan pangan yang melambung tinggi adalah akibat dari adanya liberalisasi di berbagai sektor. Privatisasi dan penjualan aset-aset sumberdaya produktif rakyat ke perusahaan-perusahaan asing monopoli adalah penyebab dari gagalnya semua program ekonomi Indonesia.

“Oleh karenanya, disamping mendesak dilaksanakannya pembangunan industry nasional yang kokoh, kita juga harus menuntut dilaksanakannya landreform sejati bagi kaum tani sebagai modal dasar pembangunan ekonomi nasional yang mandiri dan berkedaulatan rakyat,” tegas Rudi.

Setelah pembukaan, perwakilan dari organisasi-organisasi yang bergabung dalam ABM dan FPR melakukan orasi secara bergantian. Orasi-orasi tersebut tidak hanya dilakukan oleh perwakilan dari serikat-serikat buruh, melainkan juga dari organisasi-organisasi sektoral lainnya, seperti buruh migran, aktivis lingkungan hidup, pekerja hukum, dan lain-lain yang tergabung dalam kedua wadah tersebut.

Kerjasama FPR dan ABM dalam Mayday 2008 ini menjadi simbol mengentalnya persatuan di kalangan rakyat. Persatuan ini menghadirkan ancaman yang mengerikan bagi kekuasaan SBY-Kalla. Pasalnya, persatuan tersebut hadir pada saat struktur ekonomi penopang kekuasaan SBY-Kalla mengalami kebangkrutan.

Bukan tidak mungkin, Mayday 2008 ini akan menjadi momentum yang membuka ruang terjadinya krisis politik di tengah krisis ekonomi Indonesia yang kian kronis. Sesungguhnya pemerintah dihadapkan pada satu pilihan, yakni berpihak kepada rakyat. Sebab, bila tetap bertahan dan selalu mengabdi pada imperialis, sudah pasti akan berhadapan dengan rakyat.***



Tidak ada komentar: