Rabu, 05 Maret 2008

Bela, Pertahankan, dan Perkuat Hak Buruh Migran Indonesia!

Siaran Pers bersama

Kasus penyiksaan keji yang kembali menimpa buruh migrant Indonesia yang bekerja di Saudia Arabia, khususnya yang menimpa Ruminih binti Surtim (25) dan Tari binti Tarsim (27) kembali mengingatkan kita tentang rentannya posisi buruh migrant Indonesia di luar negeri. Atas dasar apapun, aksi-aksi penyiksaan, khususnya yang dilatarbelakangi oleh perbedaan strata klas sosial—sebagaimana yang dilakukan majikan kedua BMI tersebut—adalah tindakan biadab yang tidak bisa ditoleransi. Tindakan biadab tersebut sesungguhnya tidak hanya melahirkan luka fisik bagi dua orang BMI yang menjadi korban, melainkan juga mencederai harapan keluarga dan masyarakat, serta semakin merendahkan martabat bangsa.


Untuk itu, tidak ada cara lain untuk mengatasi semuanya kecuali memaksa Pemerintah Saudia Arabia untuk mau menghormati hak asasi manusia, khususnya konvensi PBB tentang perlindungan hak buruh migrant dan keluarganya, mencegah dan melawan tindakan-tindakan brutal yang dilakukan warganya terhadap warga masyarakat dari negara lain yang bekerja di wilayahnya, menghukum para pelaku kekerasan dengan hukuman yang setimpal, serta memberikan keleluasaan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia untuk turut serta mengawasi perlindungan BMI secara langsung. Harus menjadi keyakinan bahwa melindungi pelaku kejahatan dari penuntutan dan hukuman sama dengan melakukan kejahatan itu sendiri.

Pemerintah Indonesia selaku pemegang kewajiban konstitusional untuk melindungi seluruh warga Negara Indonesia—termasuk buruh migrant Indonesia—semestinya menempatkan pertimbangan kemanusiaan di atas masalah-masalah politik diplomasi untuk mendorong penanganan perkara kekerasan menimpa Ruminih binti Surtim dan Tari binti Tarsim secara adil dan transparan. Sikap pemerintah Indonesia yang cenderung berupaya mengalihkan perhatian dan memudarkan permasalahan adalah tindakan yang justru menempatkan pemerintah dalam posisi yang lebih membela pelaku daripada melindungi korban kekerasan. Hal ini secara tidak langsung menempatkan pemerintah sebagai salah-satu pelaku kekerasan itu sendiri.

Sinyalemen yang dikemukakan Migrant CARE (Lihat “Statement Migrant CARE” dalam http://migrantcare.net/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=141) selaku kuasa hukum keluarga Ruminih dan Tari atas ketidakterbukaan dan kecenderungan adanya sikap tidak kooperatif dari pemerintah dalam kasus ini sudah seharusnya dijawab dengan tindakan nyata pemerintah untuk memberikan tekanan politik yang nyata dan terbuka pada Pemerintah Saudi Arabia.

Demi menghormati demokrasi dan hak asasi manusia, Pemerintah harus berani “mendidik” pemerintahan Saudi Arabia yang cenderung ‘kolot’ untuk mau mensejajarkan diri dengan perkembangan dan tidak mempertahankan sikap “kepala-batu” yang kerap secara angkuh dipertontonkan kepada kita masyarakat Indonesia. Atas dasar demi tegaknya martabat bangsa, Pemerintah pun tidak boleh “membebek” pada keinginan pemerintah atau pihak swasta dari Saudi Arabia.

Atas dasar itu, kami mengecam berbagai tindakan yang merendahkan derajat kemanusiaan bagi kaum pekerja sebagaimana yang dialami BMI di Saudi Arabia. Kami pun mendukung upaya Migrant CARE dan turut menuntut Pemerintah RI, khususnya Departemen Luar Negeri RI, untuk bekerja sungguh-sungguh dan lebih keras melindungi buruh migrant Indonesia dengan;

• Menghentikan semua tindakan yang memunculkan kesan “membela” pelaku kekerasan terhadap buruh migrant Indonesia.

• Memberikan klarifikasi secara terbuka terkait dengan penanganan kasus kekerasan yang menimpa Ruminih dan Tari.

• Membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat, khususnya keluarga dan kuasa hukum korban untuk melakukan pemantauan dan penekanan secara langsung dan tidak langsung atas kasus-kasus kekerasan yang menimpa BMI.

Jakarta, 6 Maret 2008

Institute for National and Democratic Studies (INDIES
Sekretariat Bersama Buruh Migran Indonesia (Sekber BMI)
Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR)
Gabungan Migran Muslim Indonesia (GAMMI)
Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia Hong Kong (ATKI-HK)
Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia Macau (ATKI-M)

Tidak ada komentar: